Oleh
:
Sritomo
Wignjosoebroto
Lektor
Kepala dan Kepala Laboratorium Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja
Jurusan
Teknik Industri – Fakultas Teknologi Industri
Institut
Teknologi Sepuluh Nopember – Surabaya
Ph:
(031)-5939361; Fax: (031) – 5939362; e-mail: msritomo@rad.net.id
“As
companies adopt management philosophies of continuous productivity and
quality
improvement to survive in the increasingly competitive world market, the need
for industrial engineers is growing. Why? Industrial engineers are the only
engineering professionals trained as productivity and quality improvement
specialists”
(Institute
of Industrial Engineers – http://www.iienet.org/ieedu.htm)
Sejak
kapankah disiplin atau profesi Teknik Industri (Industrial Engineering) lahir
dan diketahui orang? Sebagai sebuah disiplin kecabangan dari ilmu
keteknikan/teknologi secara formal orang mengenalinya sekitar pertengahan tahun
1900-an, setelah sebelumnya orang mengenal terlebih dahulu beberapa disiplin
seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia dan berbagai
macam derivasi disiplin-disiplin tersebut. Namun, sedikit berbeda dengan
disiplin keteknikan yang lain, orang seringkali menjumpai berbagai kesulitan
didalam mencoba mendefinisikan secara konkrit mengenai karakteristik, ciri
spesifik, maupun ruang lingkup yang berkaitan dengan fungsi maupun peran
disiplin Teknik Industri ini didalam menjawab tantangan dan persoalan di dunia
industri.
Orang
seringkali sulit sekali menempatkan disiplin Teknik Industri ini didalam lingkup
“engineering” yang begitu mengunggulkan kemampuan dan kompetensi merancang,
bisa berupa rancangan produk ataupun rancangan proses dengan berlandaskan
analisa pendekatan kuantitatif dan serba eksak. Disisi lain problematika
industri yang dijumpai seringkali juga lebih cenderung begitu kompleks, gampang
berubah, penuh unsur ketidak-pastian, abstraktif dan sulit untuk diramalkan
dengan pendekatan obyektif; sehingga memerlukan penyelesaian yang lebih
bersifat sistemik, holistik, dan komprehensif-integral. Proses pengambilan
keputusan didalam menyelesaikan persoalan tidak lagi bisa dilakukan secara
parsial, sepotong-potong, dan linier; akan tetapi haruslah dilakukan dengan
pola pikir dan tindak lateral dengan segala macam pertimbangan yang multi-dimensional,
kualitatif dan terkadang memerlukan kepekaan intuitif . Problematika industri
tidaklah semata ditentukan oleh sub-sistem materi (material sub-system) yang
serba eksak, melainkan juga dipengaruhi lebih banyak lagi oleh sub-sistem
manusia (human sub-system) dengan perilaku yang lebih sulit untuk
diduga. Problematika industri selain
___________
*)
Disampaikan dalam acara Seminar Nasional “Peran dan Kesiapan Sektor Industri
Menyongsong Diberlakukannya Otonomi Daerah Secara Penuh dan Era Perdagangan Bebas”
dalam rangka Dies Natalis Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) –
Semarang ke-39, pada tanggal 27 Juni 2001 di Semarang.
akan tergantung pada faktor produksi pasif (bahan
baku, mesin, gedung, ataupun fasilitas produksi lainnya), juga akan banyak
dipengaruhi oleh faktor produksi aktif yaitu manusia (baik sebagai individu
maupun kelompok kerja) dengan segala macam perilakunya (Wignjosoebroto, 1995).
Sebagai
disiplin ilmu keteknikan yang tergolong “baru”, profesi Teknik Industri
lahir sejak ada persoalan produksi, sejak manusia harus mewujudkan sesuatu
untuk memenuhi keperluan hidupnya, dan sejak manusia ada (Taroepratjeka, 1999).
Kelahiran profesi Teknik Industri memiliki akar kuat dari proses Revolusi
Industri yang membawa perubahan-perubahan didalam banyak hal. Awal perubahan
yang paling menyolok adalah dalam hal diketemukannya rancang bangun mesin uap
(steam engine) oleh James Watt yang mampu berperan sebagai sumber energi untuk
berproduksi; sehingga manusia tidak lagi tergantung pada energi ototi ataupun
energi alam, dan yang lebih meyakinkan lagi manusia bisa memanfaatkan sumber
energi tersebut dimanapun lokasi kegiatan produksi akan diselenggarakan.
Perubahan lain yang pantas untuk dicatat sebagai tonggak (milestone) kelahiran
profesi Teknik Industri adalah diterapkannya rekayasa tentang tata-cara kerja (methods
engineering) dan pengukuran kerja (work measurement) yang bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. Langkah-langkah strategis
yang dikerjakan oleh Taylor, Gilbreths, Fayol, Gantt, Shewart, dan sebagainya
telah menghasilkan paradigma-paradigma baru yang beranjak dari struktur ekonomi
agraris menuju ke struktur ekonomi produksi/industri (Wignjosoebroto, 2000).
Sebenarnya
apa-apa yang telah dilakukan oleh Taylor, dkk itu bukanlah sesuatu yang berdiri
sendiri dan terlepas dari apa-apa yang telah dikerjakan oleh oleh para pioneer
T.Industri sebelumnya. Bila istilah produksi maupun industri akan
dipakai sebagai kata kunci yang melatar- belakangi lahirnya profesi Teknik Industri;
maka setidak-tidaknya dalam hal ini Adam Smith (The Wealth of Nations,
1776) dan Charles Babbage (On Economy of Machinery and Manufacturers,
1832) telah mengemukakan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi
penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi/keahlian.
Fokus dari apa yang diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh Smith maupun
Babbage ini tampaknya memberikan motivasi kuat bagi Frederick W.Taylor (The
Principles of Scientific Management, 1905) untuk menempatkan “engineer
as economist” didalam perancangan sistem produksi di industri, dimana
konsep yang dikembangkan berkisar pada dua tema pokok, yaitu (a) telaah
mengenai “interfaces” manusia dan mesin dalam sebuah sistem kerja, dan
(b) analisa sistem produksi untuk memperbaiki serta meningkatkan performans
kerja yang ada. Apa-apa yang telah dilakukan oleh Taylor --- atas segala jasa
yang telah dilakukannya, Frederick W.Taylor ini kemudian diberi gelar sebagai “the
father of industrial engineering” --- dan para pioneer keilmuan Teknik
Industri lainnya (kebanyakan dari mereka memiliki latar belakang insinyur) juga
telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan dan penerapan sains-teknologi
demi kemaslahatan manusia (Emerson and Naehring, 1988).
Dalam
hal ini penerapan sains, teknologi dan ilmu keteknikan (engineering) tidak
harus selalu terlibat dalam masalah-masalah yang terkait dengan persoalan
perancangan perangkat keras (hardware) berupa teknologi produk maupun
teknologi proses saja; akan tetapi juga ikut bertanggung-jawab didalam
pengembangan perangkat teknologi lainnya (software, organoware dan
brainware). Kalau sebelumnya profesi insinyur lebih terpancang pada
peningkatan produktivitas melalui “sumber daya pasif” (material, mesin,
alat/fasilitas kerja), maka selanjutnya langkah yang dimulai oleh Taylor, dkk
ini akan menempatkan manusia sebagai “sumber daya aktif” yang harus
dikelola dengan sebaik-baiknya melalui kiat-kiat pengendalian
2
manusia yang sungguh sangat spesifik. Signifikansi
faktor manusia yang harus dilibatkan dalam perancangan teknologi produksi telah
menempatkan rancangan sistem kerja yang awalnya cenderung serba
rasional-mekanistik menjadi tampak jauh lebih manusiawi. Disini manusia tidak
lagi dipandang sekedar sebagai faktor produksi (tenaga kerja) seperti halnya
material, mesin atau sumber daya produksi lainnya, akan tetapi akan dilihat
secara lebih utuh.
Sebagai
sumber daya aktif, perilaku manusia baik secara individu pada saat berinteraksi
dengan mesin dalam sistem manusia-mesin dan lingkungan fisik kerja, maupun pada
saat berinteraksi dengan sesama manusia lain dalam sebuah aktivitas kelompok
kerja akan memberi pengaruh signifikan dalam setiap upaya peningkatan produktivitas.
Persoalan perancangan tata-cara kerja di lini produksi nampak terus terarah
pada upaya mengimplementasikan konsep “human-centered engineered systems” untuk
perancangan teknologi produksi dengan melibatkan unsur manusia didalamnya.
Demikian juga sesuai dengan ruang lingkup industri yang pendefinisannya terus
melebar-luas --- dalam hal ini industri akan dilihat sebagai sebuah sistem
skala besar yang komprehensif-integral --- maka persoalan industri tidak lagi
cukup dibatasi oleh pemahaman tentang perancangan teknologi produk dan/atau
teknologi proses dalam ruang lingkup industri yang berskala mikro dan
berdimensi operasional saja; akan tetapi juga mencakup ke persoalan organisasi
dan manajemen industri dalam skala yang lebih luas, makro, kompleks dan berdimensi
strategis. Problem industri tidak lagi berada didalam dinding-dinding industri
yang rigid-terbatas, tetapi terus bergerak merambah menuju ranah lingkungan
luar sistem-nya. Solusi persoalan tidak lagi cukup didekati dengan proses
pengambilan keputusan yang bersifat sepotong-potong dan parsial, melainkan
memerlukan solusi-solusi yang berbasiskan pemahaman mengenai konsep sistem,
analisis sistem dan pendekatan sistem (Wignjosoebroto, 1997).
Fungsi dan Peran Strategis Profesi Teknik Industri
Banyak
orang yang salah menginterpretasikan pengertian tentang Teknik Industri.
Istilah “industri” dalam berbagai kasus sering dilihat dalam kaca-mata
sempit sebagai “pabrik” yang banyak bergelut dengan aktivitas
manufakturing. Meskipun secara historis perkembangan profesi Teknik Industri
berangkat dari disiplin Teknik Mesin (produksi) dan terutama sekali sangat erat
kaitannya dengan proses manufakturing produk dalam sebuah proses transformasi
fisik; disiplin Teknik Industri telah berkembang luas dalam beberapa dekade
terakhir ini (Kimbler, 1995). Sesuai dengan “nature”-nya, industri bisa
diklasifikasikan secara luas yaitu mulai dari industri yang menghasilkan
produk-barang fisik (manufaktur) sampai ke produk-jasa (service) yang
non-fisik. Industri juga bisa kita bentangkan dalam pola aliran hulu-hilir
sampai ke skala kecil-menengah-besar. Demikian juga problematika yang dihadapi
oleh industri --- yang kemudian menjadi fokus kajian disiplin Teknik Industri
--- bisa terfokus dalam ruang lingkup mikro (lantai produksi) dan terus melebar
luas mengarah ke problematika manajemen produksi (perencanaan,
pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian sistem produksi) yang harus
memperhatikan sistem lingkungan (aspek politik-sosial-ekonomi-budaya maupun
hankam) dalam setiap langkah pengambilan keputusan berdimensi strategik.
Disiplin Teknik Industri melihat setiap persoalan dengan metode pendekatan
sistem dimana segala keputusan yang diambil juga selalu didasarkan pada aspek
teknis (engineering area) dan aspek non-teknis. Wawasan “Tekno-Sosio-Ekonomi”
akan mewarnai penyusunan kurikulum pendidikan Teknik Industri dan merupakan
karakteristik yang khas yang menggambarkan ciri keunggulan serta membedakan
disiplin ini dengan disiplin-disiplin keteknikan yang lainnya.
3
Sebegitu luas ruang lingkup yang bisa yang bisa
digapai oleh profesi Teknik Industri seringkali membuat kesulitan tersendiri
didalam memberikan identitas yang jelas dan tegas mengenai apa yang sebenarnya
bisa dikerjakan oleh profesi ini. Untuk menghilangkan keragu-raguan dan
menyamakan persepsi maupun peran yang bisa dikerjakan oleh profesi Teknik
Industri ini, maka IIE (Institute of Industrial Engineers) telah
mendefinisikannya sebagai berikut :
“Industrial
engineering is concerned with the design, improvement and installation of
integrated system of people, information, equipment and energy. It draws upon
specialized knowledge and skills in the mathematical, physical and social
sciences together with the principles and methods of analysis and design to
specify, predict And evaluate the results to be obtained from such system”
Berdasarkan
definisi yang telah diformulasikan oleh IIE tersebut diatas, dapat dibuat
sebuah kesimpulan bahwa misi dan peran disiplin Teknik Industri pada hakekatnya
bisa dikelompokkan kedalam tiga topik yang selanjutnya bisa dipakai sebagai
landasan utama pengembangan disiplin ini; yaitu pertama, berkaitan erat
dengan permasalahan-permasalahan yang menyangkut dinamika aliran material yang
terjadi di lantai produksi. Disini akan menekankan pada prinsip-prinsip yang
terjadi pada saat proses transformasi --- seringkali juga disebut sebagai
proses nilai tambah --- dan aliran material yang berlangsung dalam sistem
produksi yang terus berkelanjutan sampai meningkat ke persoalan aliran
distribusi dari produk akhir (output) menuju ke konsumen. Topik kedua berkaitan
dengan dinamika aliran informasi. Persoalan pokok yang ditelaah dalam
hal ini menyangkut aliran informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan
keputusan manajemen khususnya dalam skala operasional. Hal-hal yang berkaitan
dengan perencanaan produksi agregat, pengendalian kualitas, dan berbagai macam
problem manajemen produksi/operasional akan merupakan kajian pokoknya.
Selanjutnya topik ketiga cenderung membawa disiplin Teknik Industri ini
untuk bergerak kearah persoalan-persoalan yang bersifat makro-strategis.
Persoalan yang dihadapi sudah tidak lagi bersangkut-paut dengan
persoalan-persoalan yang timbul di lini aktivitas produksi ataupun manajemen
produksi melainkan terus melebar ke persoalan sistem produksi/industri dan
sistem lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap industri itu sendiri.
Topik ketiga ini cenderung membawa disiplin teknik industri untuk menjauhi
persoalan- persoalan teknis (deterministik-fisik-kuantitatif) yang umum
dijumpai di lini produksi (topik pertama) dan lebih banyak bergelut dengan
persoalan non-teknis (stokastik-abstraktif-kualitatif). Berhadapan dengan
problematika yang kompleks, multi-variable dan/atau multi-dimensi; maka disiplin
Teknik Industri akan memerlukan dasar kuat (dalam bidang keilmuan matematika,
fisika, maupun social-ekonomi) untuk bisa memodelkan, mensimulasikan dan
mengoptimasikan persoalan-persoalan yang harus dicarikan solusinya.
Begitu
luasnya ruang lingkup yang bisa dirambah untuk mengaplikasikan keilmuan Teknik
Industri jelas akan membawa persoalan tersendiri bagi profesional Teknik
Industri pada saat mereka harus menjelaskan secara tepat “what should we do
and where should we work” ? Pertanyaan ini jelas tidak mudah untuk dijawab
secara memuaskan oleh mereka yang masih awam dengan keilmuan Teknik Industri.
Kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa seorang profesional Teknik Industri
sering dijumpai berada dan “sukses” bekerja dimana-mana mulai dari lini
operasional sampai ke lini manajerial. Seorang professional Teknik Industri
seringkali membanggakan kompetensinya dalam berbagai hal mulai dari proses
perancangan produk, perancangan tata-cara kerja sampai dengan mengembangkan
konsep-konsep strategis untuk mengembangkan kinerja industri. Seorang
professional Teknik Industri akan bisa menunjukkan cara bekerja yang lebih
baik, lebih cerdik, lebih produktif, dan lebih berkualitas. Seorang
professional Teknik Industri bisa diharapkan sebagai “problem solver” untuk
membuat sistem produksi bisa dioperasikan dan dikendalikan secara lebih
efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien
4
(ENASE). Untuk itu eliminasi berbagai hal yang
bersifat kontra-produktif seperti pemborosan waktu, uang, material, enersi dan
komoditas lainnya merupakan fokus utama yang harus dikerjakan.
Untuk
mengantisipasi problematika industri yang semakin luas dan kompleks, maka
disiplin Teknik Industri telah menunjukkan banyak perubahan maupun penyesuaian
dengan arah perkembangan yang ada. Adanya kehendak untuk meningkatkan
produktivitas, kualitas, dan disisi lain harus diikuti pula dengan keinginan
untuk menekan biaya produksi (costs reduction program) serta waktu
penyampaian barang (time delivery) secara tepat waktu merupakan
langkah-langkah strategis yang harus dipikirkan oleh profesi Teknik Industri
agar bisa meningkatkan daya saing perusahaan. Selain itu ruang lingkup pasar
tidak lagi harus bersaing di tingkat lokal (nasional) melainkan mengarah ke
tingkat persaingan pasar global. Perubahan tantangan yang dihadapi oleh dunia
industri jelas sekali juga akan membawa perubahan pada fungsi dan peran yang
harus bisa dimainkan oleh disiplin Teknik Industri (Istiyanto, 1987). Kalau
pada awalnya profesi Teknik Industri secara tradisional mengurusi persoalan-persoalan
di tingkat pengendalian operasional (manajemen produksi) seperti
perancangan-perancangan tata-letak mesin, tata-cara kerja, sistem manusia-mesin
(ergonomi) dan penetapan standard-standard kerja; maka dalam beberapa dekade
terakhir ini profesi Teknik Industri lebih banyak dilibatkan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perencanaan strategis
dan pengambilan keputusan pada tingkat manajemen puncak. Persoalan yang
dihadapi oleh profesi Teknik Industri tidak lagi dibatasi dalam skala kecil
(mikro) melainkan berkembang ke skala besar (makro). Sebagai contoh kalau
awalnya studi pengukuran kerja lebih difokuskan ke skala stasiun kerja sekedar
mendapatkan standard-standard (waktu, output ataupun upah) kerja untuk
merealisasikan konsep “the fair day’s pay for the fair day’s work”; maka
peran profesi Teknik Industri modern belakangan ini banyak diperlukan untuk
melakukan pengukuran produktivitas dan kinerja makro organisasi-perusahaan guna
menilai sehat tidak-nya kondisi industri tersebut.
Tantangan Global Dunia Industri
Globalisasi
bisa dipersepsikan macam-macam tergantung dari sisi dan kepentingan apa orang
melihatnya. Globalisasi bisa diartikan sebagai ancaman terutama bagi
mereka yang tidak siap untuk menghadapi arus; akan tetapi juga bisa
dipersepsikan sebagai peluang bagi mereka yang mampu mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya. Globalisasi bisa diartikan dengan semakin kompleks (complexity)-nya
permasalahan dan meningkatnya persaingan (competion) yang kemudian harus
diikuti dengan perubahan-perubahan (change) baik dalam organisasi maupun
manajemen serta sikap-mental sumber daya manusia yang mendukungnya (Manuaba,
2000). Bagi industri arti globalisasi tidak sekedar merubah skala pasar maupun
arus distribusi barang, akan tetapi lebih jauh dari itu globalisasi akan
memberikan paradigma-paradigma baru yang harus diantisipasi dan diikuti kalau
tidak ingin gulung tikar. Industri yang dahulunya dioperasikan dengan konsep
pemanfaatan sumber-daya (material, energy, modal, manusia) yang terbatas ---
untuk itu sistem produksi harus dioperasikan secara efektif-efisien --- dalam
era global ini haruslah kemudian dikembangkan dengan penguasaan informasi (knowledge
based). Begitu juga sistem produksi yang dahulunya dikembangkan melalui
konsep produksi massal (mass production) dengan bertumpu pada beberapa
standard produk, cenderung kemudian “kembali” ke upaya memenuhi kepuasan
kustomer (mass customization) yang sangat beragam. Organisasi kerja yang
beranjak dari struktur hirarki-birokrasi yang menempatkan manusia sebagai
pekerja (karyawan) pabrik, selanjutnya bergeser maju berubah dalam pola
struktur jaringan (network) dimana manusia (dan juga organisasi) akan
beraliansi dalam sebuah mata-rantai kerja-sama dengan semangat “partnership”.
5
Tantangan global yang membawa dampak kearah suasana
persaingan “hidup-mati” yang begitu keras memaksa industri terus menerus
berupaya meningkatkan kemampuan daya saing-nya. Dalam hal peningkatan daya
saing, industri tidak saja harus mampu meningkatkan produktivitas total-nya
akan tetapi juga harus mampu meningkatkan kualitas, menekan biaya dan memenuhi
keinginan kustomer secara tepat waktu. Perubahan paradigma yang terjadi baik di
lini produksi/operasional (mikro) maupun lini strategis-makro (manajemen puncak)
haruslah bisa diantisipasi dan kemudian diadopsi secara layak. Menghadapi
situasi dan kondisi semacam ini diperlukan seorang manajer industri yang
menguasai benar metode/keilmuan Teknik Industri yang tidak saja dipakai untuk
memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat teknis-operasional (engineering
design & process), akan tetapi juga yang bersifat non-teknis
(sosial-ekonomis) serta kiat-kiat untuk mengendalikan persoalan manusia (human
skill). Disisi lain juga diperlukan seorang manajer industri yang mampu
bertindak sebagai pemecah persoalan, pengendali perubahan dan peredam konflik
yang senantiasa dapat memformulasikan dan melahirkan konsep-konsep baru untuk
menghadapi segala kompleksitas dan ketidak-pastian yang terjadi.
Globalisasi
jelas membawa banyak tantangan, ancaman maupun peluang yang harus dihadapi oleh
dunia industri dan secara serta-merta akan langsung menjadi tanggung-jawab
profesi Teknik Industri. Tantangan global tidak bisa tidak menghadapkan dunia
pendidikan tinggi teknologi industri agar mampu mengikuti dan menangkap arah
perkembangan sains-teknologi yang melaju cepat seiring dengan tuntutan
masyarakat (termasuk industri) pemakai jasa pendidikan tinggi. Disini
pendidikan tinggi haruslah mampu mempersiapkan sumber-daya manusia yang berkualitas,
dan memenuhi tuntutan persyaratan maupun standard kompetensi kerja yang
berdaya-laku internasional. Dengan mengacu pada ABET-Engineering Criteria
2000, maka seorang profesional Teknik Industri tidak saja harus menguasai
kepakaran Teknik Industri; tetapi juga harus memiliki wawasan, pemahaman, dan
kemampuan seperti halnya (a) kemampuan untuk bekerja dalam kelompok
(organisasi), (b) pemahaman tentang tanggung jawab sosial dan etika profesi,
(c) kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, (d) kesadaran lingkungan
(alam maupun sosial), (e) kepekaan tinggi terhadap berbagai persoalan yang
dihadapi menyangkut berbagai macam isue kontemporer, aktual maupun situasional
dan (f) kemampuan berorganisasi, manajemen dan leadership, dan sebagainya.
Berdasarkan ABET Engineering Criteria 2000 tersebut, seorang profesional Teknik
Industri tidak saja diharapkan akan memiliki kemampuan akademis dan kompetensi
profesi keinsinyuran (engineering) yang baik saja, tetapi juga memiliki wawasan
dan kepekaan terhadap segala permasalahan yang ada di industri maupun
masyarakat.
“Succesful
industrial engineers must possess
the
ability to communicate effectively,for without it you
cannot
sell your ideas. You must be able to manage projects
and
multiple tasks, for without those skills you will be
less
efficient and of less use to your employer. You must be able to
observe
others and understand why they are doing what they do,
for
without that change is an uphill battle”
(Institute
of Industrial Engineers – http://www.iienet.org/eng.edu/ie_skills.htm)
6
Referensi
Emerson,
Howard P. and Douglas C.E., Naehring. Origins of Industrial Engineering:
The Early Years of a Professions. Atlanta, Norcross-Georgia: Industrial
Engineering & Management Press, II, 1988.
Istiyanto,
Imam. Masa Depan Teknik Industri: Perubahan dan Tantangan. Jurnal
Teknik dan Manajemen Industri – Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri
Indonesia (ISTMI) – Vol. 1 No. 2 Tahun 1987.
Kimbler,
D.L. The Development of Modern Industrial Engineering.
Engineering Horizons, Spring 1995. A Peterson’s/COG Publications.
Manuaba,
Adnyana. Ergonomi, Tantangan dan Peranannya Menghadapi Millenium Ketiga. Makalah
disampaikan dalam acara Konvensi K3-2000 pada tanggal 18-29 Januari 2000 di
Jakarta.
Taroepratjeka,
Harsono. Teknik Industri : Pengembangan Mutu dan Peranannya Bagi
Pembangunan Indonesia pada Milenium Ketiga. Makalah disampaikan pada
Seminar dan Sarasehan Nasional Teknik Industri II – BKS-TI pada tanggal 27 Juli
1999 di Surabaya
Wignjosoebroto,
Sritomo. Pengantar Teknik Industri. Jakarta : PT. Guna Widya,
1995.
Wignjosoebroto,
Sritomo. Sejarah dan Perkembangan Keilmuan Teknik Industri – Gejala “Back
to Basic” dalam Menghadapi Perkembangan Industri. Makalah disampaikan
dalam acara Pekan Ilmiah Teknik Industri 1997 – Himpunan Mahasiswa Teknik
Industri – Universitas Islam Indonesia (UII) pada tanggal 17 Maret 1997 di
Yogyakarta.
Wignjosoebroto,
Sritomo. Prospek Perkembangan Profesi Teknik Industri Menghadapi
Tantangan Masa Depan. Jurnal Teknik Industri & Manajemen Industri –
Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri - Indonesia (ISTMI) – Vol. I No.1,
Agustus 1997.
Wignjosoebroto,
Sritomo. Manusia, Sains-Teknologi dan Etika Profesi. Makalah
disampaikan pada Semi-Loka Nasional “Peningkatan Peran Studi Sosial dan
Humaniora di Perguruan Tinggi Teknologi Menyongsong Otonomi Daerah” –
Jurusan MKU, FMIPA-ITS pada tanggal 6 Nopember 2000 di Kampus ITS-Sukolilo,
Surabaya.
7
Diambil dari http://personal.its.ac.id/files/pub/2851-m_sritomo-ie-PERAN%20PERAN%20STRATEGIS%20DISIPLIN%20TEKNIK%20INDUSTRI.pdf
0 komentar :
Posting Komentar