Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

HAK ATAS MEREK adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Merek di bedakan atas :
a. Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
b.  Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
c. Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/jasa sejenis.

Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas. 

Pengertian Hak Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya

Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan
(baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :

a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi

Undang Undang Hak Merek
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

KENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. 3. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. 4. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. 5. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. 6. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan. 7. Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri, dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan pendaftaran Merek. 8. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. 9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hak kekayaan intelektual, termasuk Merek. 10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri. 11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif. 12. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal. 13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 14. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property. 15. Hari adalah hari kerja. BAB II LINGKUP MEREK Bagian Pertama Umum Pasal 2 Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa. Pasal 3 Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Bagian Kedua Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan yang Ditolak Pasal 4 Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Pasal 5 Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum; atau d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Pasal 6 (1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. BAB III PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK Bagian Pertama Syarat dan Tata Cara Permohonan Pasal 7 (1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a. tanggal, bulan, dan tahun; b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. (2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya. (3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. (4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. (5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. (6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan. (7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut. (8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. (9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden. Pasal 8 (1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. (3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 10 (1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia. (2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia. Bagian Kedua Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas Pasal 11 Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization. Pasal 12 (1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut. (2) Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa menggunakan Hak Prioritas. Bagian Ketiga Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek Pasal 13 (1) Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. (2) Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut. (3) Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas. Pasal 14 (1) Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali. (2) Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Undang Undang No. 5 tahun 1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk industri besi dan baja.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel, semen, dan bahan bakar. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

TUJUAN :
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1.                  Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2.                  Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3.                  Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4.                  Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5.                  Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6.                  Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7.                  Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8.                  Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

FAKTOR PENDUKUNG PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Indonesia kaya bahan mentah
2. Jumlah tenaga kerja tersedia cukup banyak
3. Tersedia pasar dalam negeri yang banyak
4. Iklim usaha yang menguntungkan untuk orientasi kegiatan industri
5. Tersedia berbagai sarana maupun prasarana untuk industri
6. Stabilitas politik yang semakin mantap
7. Banyak melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal permodalan, alih teknologi, dll.
8. Letak geografis Indonesia yang menguntungkan
9. Kebijaksanaan pemerintah yang menguntungkan
10. Tersedia sumber tenagalistrik yang cukup

FAKTOR PENGHAMBAT PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan
2. Mutu barang yang dihasilkan masih kalah bersaing dengan negara-negara lain
3. Promosi di pasar internasional masih sangat sedikit dilakukan
4. Jenis-jenis barang tertentu bahan bakunya masih sangat tergantung dengan negara lain
5. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum merata di seluruh Indonesia
6. Modal yang dimiliki masih relatif kecil

DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN INDDUSTRI
1. Terbukanya lapangan kerja
2. Terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat
3. Pendapatan/kesejahteraan masyarakat meningkat
4. Menghemat devisa negara
5. Mendorong untuk berfikir maju bagi masyarakat
6. Terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industri
7. Penundaan usia nikah
Berner Convention mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Barn, menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3 prinsip:
1.                  Prinsip National Treatment.
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
1.                  Prinsip Automatic Protection.
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memeruhi syarat apapun (must not be upon complience with any formality).
1.                  Prinsip Independence of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta. Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:
1)      Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya.
2)      Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
1.                  Hak untuk menterjemahkan.
2.                  Hak mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan musik.
iii.       Hak mendeklarasikan (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra.
1.                  Hak penyiaran (broadcast).
2.                  Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun.
3.                  Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.
vii.     Hak membuat aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
2.2. Isi Berner Convention
Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.
Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Negara-negara yang terkena revisi perjanjian yang lebih tua dapat memilih untuk memilih untuk memberikan, dan untuk jenis-jenis karya tertentu (seperti misalnya piringan rekama suara dan gambar hidup) dapat diberikan batas waktu yang lebih singkat.
Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di negara asal dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya, meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang lebih lama.
2.3. Latar belakang dan tujuan Universal Copyright Convention (UCC).
Universal Copyright Convention merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara. Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
1.                  Adequate and Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2.                  National Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara.
3.                  Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4.                  Duration of Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
5.                  Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6.                  Juridiction of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7.                  Bern Safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum.
Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

Sumber : https://wordpress.com/post/aldadeska24.wordpress.com/155

0 komentar :

Posting Komentar

 
GUABILANG.com © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top profil