Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Banyak sekali kebudayaan yang berada pada Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
  
   Di sini saya akan menulis sedikit tentang kebudayaan yang ada di daerah Banten. Banten adalah  sebuah suku bangsa yang ada di Provinsi Banten, dan sebuah Provinsi yang ada di Pulau Jawa, yang pusat pemerintahannya berada di kota Serang. Setelah Kerajaan Tarumanagara runtuh sekitar abad ke-8 M, di Sebelah Barat Sungai Citarum berdiri pusat kekuasaan baru yang bernama Kerajaan Sunda dan Banten merupakan salah satu daerah kekuasaan Raja Sunda yang terletak di sebelah barat pusat kekuasaannya, dan Banten juga merupakan salah satu daerah yang dianggap penting terutama untuk kepentingan perdagangan. Sebagian besar anggota masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai .

Debus (ROP)

Debus Banten seni bela diri tradisional yang mengagumkan sekaligus mengerikan. Pertunjukan orang yang menahan siksaan jasmani atau fisik yang luar biasa seperti tahan terhadap air keras, berguling dihamparan benda tajam, dipukul dengan rotan, menginjak/memakan bara api, mengunyah pecahan kaca, dan masih banyak lagi lainnya. Kata Debus sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu Arab Dablus yang berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Debus sebagai kata benda yang dimaksud disini juga berupa alat tusuk dari besi panjang antara 50 - 60 cm yang ujungnya runcing, sedangkan pada pangkal¬nya diberi tangkai kayu yang sangat besar. Tangkai itu bentuknya silinder (garis tengahnya ± 20 cm), dihias dengan rantai besi dan berfungsi sebagai tempat pemukul. Alat pemukulnya dari kayu yang disebut gada. Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Sedangkan pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (16511692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.

   Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat. Yang menonjol dalam permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap berbagai senjata tajam. Permainannya merupakan permainan kelompok. Di kerajaan Banten dahulu, yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam, pertunjukan kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat Banten ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti halnya dilakukan oleh para Wali. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan Belanda kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian rakyat.

Unsur-unsur Permainan Debus
  1. Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
  2. Peralatan permainan terdiri atas debus dengan gadanya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan lain-lain.
  3. Alat musik untuk pingiring permainan debus terdiri atas gendang besar, gendang kecil, rebana, seruling dan tamborin (kecrekan).
   Seorang pemain debus harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur, tahan tidak bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain persyaratan yang untuk orang kebanyakan dirasakan berat.

Macam-macam Kegiatan

   Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
  1. Pembukaan, sebelum acara resmi dimulai maka beberapa lagu tradisional dimainkan sebagai lagu pembukaan atau "gembung".
  2. Zikir.
  3. Beluh atau macapat, puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
  4. Pencak silat, dilakukan oleh satu atau dua pemain, dengan atau tanpa menggunakan senjata tajam. Seorang pesilat harus cepat, tepat, tajam penglihatan dan percaya diri.
  5. Permainan debus. Seorang pemain memegang alat debus (kecil) dan ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut. Seorang pema in lain memegang kayu pemukul atau gada yang lalu dipukulkan kuat-kuat pada tanggkai debus. Pukulan dilakukan berkali-kali dan ternyata tidak melukai. Posisinya tidak hanya berdiri saja, atau pada perut saja tetapi juga dengan merebahkan diri dan pada bagian-bagian tubuh yang lain. Debus yang besar biasanya untuk main syeh atau ketua debus sendiri. Bila terjadi "kecelakaan" atau pemain terluka, biasanya segera disembuhkan oleh syeh.
  6. Mengupas buah kelapa dengan gigi dan memecahnya dibenturkan pada kepala sendiri.
  7. Menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala.
  8. Mengerat atau menoreh tubuh. Dengan senjata tajam (golok, pisau) perut, lengan, bahkan lidah ditoreh atau dipotong. Atraksi ini tampak sangat mengerikan sehingga terkadang ada penonton tidak tahan melihatnya.
  9. Main api. Dengan obor menyala seorang pemain membakar tubuhnya, atau berjalan-jalan diatas bara tanpa luka bakar sedikit pun.
  10. Makan kaca atau bola lampu listrik. Kaca atau bola lampu dimakan seperti krupuk.
  11. Memanjat tangga yang anak tangganya tempat berpijak adalah mata golok-golok tajam. Dalam keadaan biasa tapak kakinya akan putus, tetapi sang pemain melakukan dengan tenang dan ternyata tanpa cidera. Permainan ini sangat mencekam para penonton. Rasanya sungguh tidak masuk akal.
  12. Dan lain-lain, sebenarnya masih banyak lagi atraksi lain yang dapat dipertunjukkan. Menurut keyakinan para pemain, semua atraksi tadi dapat dilakukan bukan karena ia yang kuat, melainkan berkat ridha dan lindungan Allah SWT semata-mata.
   Dan apabila terjadi "kecelakaan" yang mengakibatkan pemain terluka, maka Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai dengan membaca mantra-mantra, sehingga luka dalam tersebut dapat sembuh seketika. Permainan Debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.

   Seperti sama halnya dengan kebudayaan lain, seni tradisional Debus semakin sedikit penggunanya. Sangatlah disayangkan apabila kebudayaan ini punah khususnya bagi masyarakat Banten. Beberapa orang berfikir Debus adalah ilmu hitam, tetapi itu salah. Yang saya ketahui karena saya juga seorang pesilat dan Debus tidak jauh berbeda dengan Pencak Silat. Sebenarnya kekebalan, kekuatan dan lain sebagainya yang berada pada seni tradisional Debus adalah dengan menggunakan pernafasan dan doa atau meminta ijin kepada Allah SWT. 

   Kesenian ini sungguh mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi para turis asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional). Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina latihannya, orga¬nisasinya dan ikut mengusahakan "pemasaran" pementasannya. Kerjasama sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak Pemda, Depdikbud dan Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini. Semoga.

0 komentar :

Posting Komentar

 
GUABILANG.com © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top profil